- Syiah akan mengajak kita tuk mencintai “Ahlul Bait”
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِن جَآءَكُمْ فَاسِقُُ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَافَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu". [Al Hujurat : 6].
berdasarkan ayat ini maka kita harus tanyakan dulu... siapa yang dimaksud dengan Ahlul bait? Karena kalau di tilik lebih lanjut ada perbedaan yang besar antara ahlul bait nya Ahlussunah waljamaah dengan "Ahlul bait"nya syiah.
yuk kita cari tau siapa saja yang dimaksud dengan Ahlul bait nya Ahlussunah waljamaah
PENGERTIAN AHLUL BAIT
Secara bahasa, Ahlul Bait artinya keluarga, yakni keluarga Nabi shallallahu alaihi wasallam. Menurut istilah syar’i, yang dimaksud Ahlul Bait adalah kerabat Nabi yang tidak boleh menerima sedekah (zakat), yaitu:
- keluarga Ali bin Abi Thalib,
- keluarga Aqil, dan
- keluarga Abbas bin Abdil Mutthalib. Kesemuanya dari Bani Hasyim.
- Termasuk dalam Ahlul Bait adalah para istri Nabi shallallahu alaihi wasallam.
“Dan ahlul-baitku. Aku ingatkan kalian akan Allah terhadap ahlu-baitku’ – beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali – . Hushain bertanya kepada Zaid bin Arqam : ‘Wahai Zaid, siapakah ahlul-bait Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam ? Bukankah istri-istri beliau adalah ahlul-baitnya ?’. Zaid bin Arqam menjawab : ‘Istri-istri beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam memang ahlul-baitnya. Namun ahlul-bait beliau adalah orang-orang yang diharamkan menerima zakat sepeninggal beliau’. Hushain berkata : ‘Siapakah mereka itu ?’. Zaid menjawab : ‘Mereka adalah keluarga ‘Ali, keluarga ‘Aqil, keluarga Ja’far, dan keluarga ‘Abbas’. Hushain berkata : ‘Apakah mereka semua itu diharamkan menerima zakat ?’. Zaid menjawab : ‘Ya’.
(HR. Muslim dari Zaid bin Arqam)
Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan: “Kemudian, sesuatu yang tidak diragukan lagi oleh siapapun yang mentadabburi Al-Qur’an adalah bahwa istri-istri Nabi termasuk dalam firman Allah (yang artinya):
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu. Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS Al-Ahzab : 33)
Karena konteks pembicaraan ayat tersebut adalah istri-istri Nabi shallallahu alaihi wasallam. Oleh karena itu, Allah berfirman setelahnya (yang artinya) :
Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (Sunnah Nabi). (QS Al-Ahzab : 34)
Maksudnya, ingatlah nikmat ini yang Allah Ta’ala telah mengkhususkan kalian (istri-istri Nabi) dengan nikmat tersebut di antara sekalian manusia, yaitu wahyu turun di rumah-rumah kalian, tidak di rumah orang-orang lain. Dan Aisyah, Shiddiqah binti ash-Shiddiq adalah orang yang paling beruntung dengan nikmat ini serta paling dikhususkan dengan rahmat yang melimpah ini. Karena, tidak pernah turun kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam wahyu ketika beliau sedang berada di ranjang istrinya selain Aisyah. Hal ini dinyatakan sendiri oleh beliau… Akan tetapi, meskipun istri-istri Nabi termasuk Ahlul Baitnya, kerabat beliau lebih berhak akan sebutan (Ahlul Bait) ini. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits, “Dan Ahlul Baitku lebih berhak…” Semoga Allah meridhai istri-istri beliau dan para kerabat beliau. Mereka semua adalah Ahlul Bait beliau.”
Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan: “Kemudian, sesuatu yang tidak diragukan lagi oleh siapapun yang mentadabburi Al-Qur’an adalah bahwa istri-istri Nabi termasuk dalam firman Allah (yang artinya):
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu. Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS Al-Ahzab : 33)
Karena konteks pembicaraan ayat tersebut adalah istri-istri Nabi shallallahu alaihi wasallam. Oleh karena itu, Allah berfirman setelahnya (yang artinya) :
Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (Sunnah Nabi). (QS Al-Ahzab : 34)
Maksudnya, ingatlah nikmat ini yang Allah Ta’ala telah mengkhususkan kalian (istri-istri Nabi) dengan nikmat tersebut di antara sekalian manusia, yaitu wahyu turun di rumah-rumah kalian, tidak di rumah orang-orang lain. Dan Aisyah, Shiddiqah binti ash-Shiddiq adalah orang yang paling beruntung dengan nikmat ini serta paling dikhususkan dengan rahmat yang melimpah ini. Karena, tidak pernah turun kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam wahyu ketika beliau sedang berada di ranjang istrinya selain Aisyah. Hal ini dinyatakan sendiri oleh beliau… Akan tetapi, meskipun istri-istri Nabi termasuk Ahlul Baitnya, kerabat beliau lebih berhak akan sebutan (Ahlul Bait) ini. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits, “Dan Ahlul Baitku lebih berhak…” Semoga Allah meridhai istri-istri beliau dan para kerabat beliau. Mereka semua adalah Ahlul Bait beliau.”
(Tafsir Al-Qur’an al-Azhim, 6/2840)
PEMAHAMAN SYIAH TENTANG AHLUL BAIT
Syiah membatasi makna Ahlul Bait hanyalah keluarga Ali bin Abi Thalib. Hal ini terbukti dalam buku Syiah berjudul Antologi Islam (hal 32) disebutkan, “Bagi Syiah, Ahlul Bait Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam hanya terdiri atas Fathimah Zahrah, Ali, Hasan, Husain dan sembilan orang imam keturunan Husain. Dan jika dimasukkan Nabi Muhammad di dalamnya, mereka akan menjadi 14 orang… Lebih jauh Syiah menegaskan bahwa ke-14 orang ini dilindungi Allah dari segala dosa dan karenanya layak untuk diikuti di samping Al-Qur’an. Dan hanyalah mereka yang memiliki pengetahuan yang sempurna tentang penjelasan (tasfir) ayat-ayat Al-Qur’an.”
Syiah juga menafsirkan Al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 33 bahwa yang dimaksud Ahlul Bait hanyalah Fathimah, Ali, Hasan, Husain dan anak keturunannya. Hal ini jelas keliru dan menyimpang. Karena, jika kita perhatikan asbabun nuzul dan konteks ayat tersebut dengan ayat sebelum atau sesudahnya niscaya kita dapati bahwa ayat tersebut justru ditujukan untuk para istri Nabi. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya):
Hai isteri-isteri nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik. (QS Al-Ahzab : 32)
Namun demikian, ayat tersebut tidak menghalangi masuknya Ali, Fathimah, dan kedua putranya (Hasan dan Husain) radhiyallahu anhum ke dalam makna ayat tersebut. Karena mereka memang termasuk Ahlul Bait Nabi sebagaimana dijelaskan dalam hadits shahih diatas.
Lebih tegas lagi sabda Nabi ketika terjadi haditsul ifki (kisah pencemaran nama baik) atas Aisyah radhiyallahu anha. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkhutbah di tengah-tengah para shahabat seraya bersabda:
“Wahai manusia, kenapa ada orang-orang yang menyakitiku terhadap keluargaku (ahlul bait-ku) serta berkata tentang mereka tanpa kebenaran. Demi Allah, aku tidak mengetahui tentang mereka (istri-istri Nabi) kecuali kebaikan.” (HR Ibnu Ishaq, dishahihkan al-Albani dalam Takhrij Fiqh as-Sirah)
Dalam hadits diatas, jelas sekali menyebut Aisyah dengan “ahlul bait-ku” karena hadits tersebut berkenaan dengan pencemaran nama baik Aisyah radhiyallahu anha.
Jadi kalo ada orang mengajak untuk mencintai "ahlul bait" yang terbatas pada 14 orang maka kita harus menjawab.. "Maaf kita dah lebih dahulu mencintai Ahlul bait dan tidah hanya terbatas pada 14 orang tersebut tapi semua ahlul bait yang di jelaskan dalam Al quran dan As sunnah bahkan kita tidak saja mencintai ahlul bait tapi juga cinta terhadap sahabat Rasulullah shalallahu'alaihi wassalam. sebagaimana Rasulullah shalallahu'alaihi wassalam cinta kepada ahlul bait dan para sahabat radiallah 'anhuma.
SYUBHAT DAN BANTAHANNYA
Orang Syiah berkata, kata ganti dalam ayat diatas (QS Al-Ahzab : 33) adalah untuk jamak laki-laki, yaitu: “… LI YUDZHIBA ‘ANKUM AR-RIJZA…” (artinya : untuk menghilangkan kotoran dari kalian). Juga ayat “…WA YUTHAHHIRAKUM TATHIIRA” (artinya : dan membersihkan kalian sebersih-bersihnya). Seandainya yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah istri-istri Nabi, tentulah Allah berfirman: “… LI YUDZHIBA ‘ANKUNNA AR-RIJZA…” Juga ayat “… WA YUTHAHHIRAKUNNA TATHIIRA”.
Syaikh Muhammad al-Amin asy-Syinqithi membantah syubhat tersebut dengan mengatakan, “Itu bisa dijawab dari dua sisi. Pertama, seperti yang telah kami jelaskan sebelumnya bahwa ayat tersebut mencakup para istri Nabi dan juga Ali, Hasan, Husain, serta Fathimah. Para ahli bahasa Arab telah sepakat untuk mengedepankan jenis laki-laki (mudzakkar) dibanding jenis perempuan (muannats) tatkala mereka disebutkan secara bersama. Hal ini tampak sangat jelas dalam banyak ayat.
Kedua, di antara uslub (gaya bahasa) Arab yang Al-Qur’an turun dengan bahasa itu ialah istri seseorang juga disebut dengan istilah ahlu (keluarga). Oleh karena itu, ditinjau dari sisi lafalnya ia diseru dengan seruan untuk kaum lelaki (dalam bentuk jamak). Seperti dalam firman Allah tentang Nabi Musa alaihis salam (yang menyeru istrinya): FA QAALA LI AHLIHI UMKUTSUU (artinya : “Lalu berkatalah ia (Musa) kepada keluarganya, Tinggallah kalian (disini).” [QS Thaha : 10]
Juga firman-Nya : IDZ QAALA MUSA LI AHLIHI INNI AANASTU NAARAN SA-AATIIKUM (artinya “Ingatlah ketika Musa berkata kepada keluarganya, Sesungguhnya aku melihat api. Aku akan membawa untuk kalian.”) [QS An-Naml : 7]
Juga firman-Nya : LA’ALLI AATIIKUM (artinya “Mudah-mudahan aku dapat membawa untuk kalian”) [QS Thaha : 10]
Padahal yang diseru oleh Nabi Musa alaihis salam tidak lain adalah istrinya, sebagaimana yang dikatakan para ahli tafsir. (Adhwaa’ al-Bayan, 6/379)
Kalo kita udah masuk perangkap dan rutin dicekokin sama ideologi syiah maka perlahan tapi pasti mereka menyuntikan perasaan dendam terhadap Ahlus Sunnah yang secara tidak langsung menjadi penyebab pertumpahan darah. Ga percaya? coba lihat ketika suatu wilayah kaum syiah berkembang sedikit saja maka akan muncul pertumpahan darah:
- Iraq
- Suriah
- Yaman
PENUTUP
Syiah di Indonesia menggunakan istilah “Ahlul Bait” dalam mengungkap jatidiri mereka agar dianggap sebagai salah satu madzhab dalam Islam. Sebut saja misalnya dua ormas Syiah yaitu IJABI (Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia) dan ABI (Ahlul Bait Indonesia). Padahal Majelis Ulama Indonesia sebagaimana dalam buku Himpunan Fatwa MUI telah memberi peringatan sejak tahun 1984 bahwa ada perbedaan pokok (ushul) antara faham Ahlus Sunnah wal Jamaah dengan faham Syiah. Oleh karena itu, umat Islam Indonesia diminta waspada terhadap adanya ajaran yang berlandaskan pada faham syiah tersebut.
Sudah seharusnyalah kita tetap istiqomah mengungkapkan berbagai kesesatan Syiah agar ummat sadar akan bahaya makar Syiah yang dapat mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena apabila terus kita biarkan, tidak mustahil suatu saat kelak keadaan yang menimpa Ahlus Sunnah di Iran, Irak, Libanon, Suriah, dan Yaman, juga dapat terjadi di bumi pertiwi yang kita cintai ini. Wallahul musta’an wa ilahit tuklan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar anda di sini