Jangan jadi TKI yang materialistis....cobalah bersikap RIYAListis
Selasa, 25 Oktober 2011
“Menggapai Haji Mabrur”, Bag. 01.
Hajipun Harus Ikhlas dan Sesuai Contoh Nabi
بسم الله الرحمن الرحيم, الحمد لله رب العالمين و صلى الله و سلم و بارك على نبينا محمد و آله و صحبه أجمعين, أما بعد:
Syarat-syarat diterimanya amal ibadah ada dua yaitu; Ikhlas dan Sesuai dengan petunjuk Rasulullahshallallahu ‘alaihi wasallam.
Dalil yang menunjukkan akan hal ini adalah Firman Allah Ta’ala:
{قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا }
Artinya: “Katakanlah: "Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya sembahan kalian adalah sembahan Yang Esa". Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya". QS. Al Kahfi: 110.
Berkata Ibnu Katsir rahimahullah ketika mengomentari ayat di atas:
وَهذانِ ركُنَا العملِ المتقَبَّلِ. لاَ بُدَّ أن يكونَ خالصًا للهِ، صَوابُا عَلَى شريعةِ رَسولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم.
Artinya: “Ini adalah dua rukun amalan yang diterima; yaitu harus ikhlas karena Allah dan harus sesuai dengan syariat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam”. Lihat kitab Tafsir Ibnu Katsir.
Sedangkan Ibnul Qayyim mengatakan suatu perkataan yang sangat indah dan penuh makna:
أي كَما أنهُ إلهٌ واحدٌ لاَ إلهَ سواهُ فَكذلكَ ينبغِي أَنْ تكُونَ العبادةُ لهُ وحدَهُ فَكمَا تَفَرَّدَ بِالالهيةِ يُحِبُّ أنْ يُفردَ بِالعبوديةِ فالعملُ الصالحُ هوَ الْخالِى مِن الرياءِ المُقَيَّدُ بِالسُّنةِ وَكان مِنْ دُعَاء عمرِ بنِ الخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ اللَّهُمَّ اجْعَلْ عَمَلِى كلَّهُ صَالحِاً وَاجْعَلْهُ لِوَجْهِكَ خَالِصاً وَلاَ تَجْعَلْ لِأَحَدٍ فِيْهِ شَيْئاً
Artinya: “Sebagaimana Allah adalah sembahan satu-satu-Nya, tidak ada sembahan selain-Nya, maka demikian pula seharusnya ibadah hanya milik-Nya semata, sebagaimana Allah satu-satu-Nya di dalam perkara kekuasaan, maka Dia menyukai disendirikan dalam hal peribadatan. Jadi, amal shalih adalah amal perbuatan yang terlepas dari riya’ dan yang terikat dengan sunnah. Termasuk doa Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu adalah “Allahummaj’al ‘amali kullaha shalihan waj’al liwajhika khalishan wa la taj’al li ahadin fihi syaian” (Wahai Allah, jadikanlah seluruh amalku sebagai amal shalih/baik dan jadikanlah amalanku hanya murni untuk wajah-Mu dan janganlah jadikan dalam amalku sedikitpun untuk seorang makhluk). Lihat Kitab Al Jawab Al Kafi.
Dan Demikian pula dalam Ibadah haji, harus:
1) ikhlas
Ikhlas, yaitu mengerjakan amal ibadah murni hanya kepada Allah Ta’ala saja bukan kepada yang lain.
Dan ikhlas adalah:
الإِخْلاَصُ أَلاَّ تَطْلُبَ عَلَى عَمَلِكَ شاَهداً غَيْرَ اللهِ ، وَلاَ مُجَازِياً سِوَاهُ
Artinya: “Tidak mencari yang melihat atas amalmu selain Allah dan tidak mencari yang memberi ganjaran atas amalmu selain-Nya”. Lihat Madarij As Salikin.
Orang yang ikhlas tidak akan pernah suka dipuji oleh manusia dan tidak akan pernah berharap apa yang ada ditangan manusia.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:
لاَ يَجْتَمعُ الإِخلاصُ فيِ الْقلْبِ وَمحبةُ الْمَدحِ وَالثَّنَاءِ وَالطَّمَعِ فِيْمَا عِنْدَ النَّاسِ إِلاَّ كَمَا يَجْتَمِعُ المْاءُ والنارُ والضَّبُ والحُوتُ
Artinya: “Tidak akan berkumpul di dalam hati, keikhlasan dengan kecintaan terhadap pujian dan ketamakan terhadap yang ada di tangan manusia kecuali seperti berkumpulnya air dengan api atau biawak dengan ikan”.Lihat kitab Al Fawaid, karya Ibnul Qayyim.
Amalan yang tidak ikhlas tidak akan diterima oleh Allah Ta’ala. Nabi shallalllahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ فِيهِ مَعِي غَيْرِي تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ
Artinya: "Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman: “Aku Maha tidak butuh kepada sekutu, barangsiapa beramal suatu amalan yang dia menyekutukan-Ku di dalamnya, maka Aku tinggalkan amalan itu bersama apa yang dia sekutukan”. HR. Muslim
Khusus mengenai ikhlas dalam ibadah haji, Allah Ta'ala berfirman:
{وَإِذْ بَوَّأْنَا لِإِبْرَاهِيمَ مَكَانَ الْبَيْتِ أَنْ لَا تُشْرِكْ بِي شَيْئًا وَطَهِّرْ بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْقَائِمِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ}
Artinya: "Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan):"Janganlah kamu menyekutukan sesuatu pun dengan Aku dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang tawaf, dan orang-orang yang beribadah dan orang-orang yang rukuk dan sujud". QS. Al Hajj: 26.
2) Mutaba’ah, yaitu amalan ibadah tersebut hendaklah sesuai dengan apa yang diajarkan Rasulullah shalalahu ‘alaihi wa sallam. Nabi shallalllahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
Artinya: “Barangsiapa mengamalkan suatu amalan yang tidak ada asalnya dari agama kita maka amalan itu tertolak”. HR. Muslim.
Khusus di dalam pelaksanaan ibadah haji Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ خُذُوا مَنَاسِكَكُمْ فَإِنِّى لاَ أَدْرِى لَعَلِّى لاَ أَحُجُّ بَعْدَ عَامِى هَذَا
Artinya: "Wahai manusia, ambilah manasik kalian (dariku), karena sesungguhnya aku tidak mengetahui mungkin saja aku tidak berhaji setelah tahun ini". HR. Muslim dan lafazh ini dari riwayat An Nasai.
خُذُوا عَنِّى مَنَاسِكَكُمْ فَإِنِّى لاَ أَدْرِى لَعَلِّى أَنْ لاَ أَحُجَّ بَعْدَ حَجَّتِى هَذِهِ
Artinya: "Ambillah dariku manasik-manasik kalian, karena sesungguhnya aku tidak mengetahui, mungkin saja aku tidak berhaji setelah hajiku ini". HR. Muslim.
Tidak akan lurus perkataan, perbuatan dan niat kecuali mengikuti sunnah. Berkata Sufyan bin Sa’id Ats Tsauryrahimahullah:
" كان الفقهاءُ يَقُولُونَ : لاَ يَسْتَقِيْمُ قَولٌ إِلاَّ بِعَملٍ ، وَلاَ يَسْتَقِيْمُ قولٌ وعملٌ إِلاَّ بِنِيَّةٍ ، وَلاَ يَسْتَقِيْمُ قولٌ وعملٌ ونيةٌ إِلاَّ بِمُوَافقةِ السُّنَّةِ".
Artinya: “Para Ahli Fikih berkata: “Tidak akan lurus perkataan kecuali dengan perbuatan, tidak akan lurus perkataan dan perbuatan kecuali dengan niat dan tidak akan sempurna perkataan dan perbuatan serta niat kecuali dengan mengikuti sunnah (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam)”. Lihat kitab Al Ibanah, karya Ibnu Baththah.
Siapa yang beribadah menyelisihi petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka ibadahnya akan melenceng dari kebenaran, berkata syeikhul Islam Ibu Taimiyyah rahimahullah:
من فارق الدليل ضل السبيل، ولا دليل إلا بما جاء به الرسول - صلى الله عليه وسلم –
Artinya: “Barangsiapa yang menjauhi dalil maka ia telah tersesat jalan, dan tidak ada dalil kecuali dengan apa yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam”. Lihat kitab Miftah Dar As Sa’adah
Jadi hajipun harus ikhlas dan harus sesuai dengan petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Semoga Allah memberi kita semua kaum muslim haji mabrur.
Ditulis oleh: Ahmad Zainuddin
Rabu, 23 Syawwal 1432H, Dammam KSA.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar anda di sini